Rabu, 10 Juni 2009

Misteri Illahi

Bulan Mei yang kelabu... Namun, penuh nikmat bagi siapa saja yang bersyukur. Pada minggu ketiga dibulan Mei, pagi yang cerah dan awan mendung tak menampakkan dirinya. Pukul delapan pagi, langkah kaki yang berat kupaksakan untuk berangkat dengan niat menuntut ilmu. Dengan diantar oleh kakak tercinta kunaiki sepeda peninggalan ayah yang masih setia pada empunya. Tak ada firasat yang aneh, tapi hatiku tak menginginkan cepat-cepat sampai, sebab ada keresahan yang tak dimengerti di jiwa ini. Setelah sampai, ternyata kami hanya mengambil jadwal saja, meski sedikit kecewa tak apalah. Karena hari masih terlalu pagi kira-kira pukul 9 pagi. Saya mengajak salah satu teman untuk jalan kaki saja, kemudian dua orang lagi mengikuti kami, kalau jalan rame-rame nanti capeknya tak akan terasa apa lagi hari masih pagi dan bagus untuk tubuh (biar sehat!!!!). Setelah berpamitan pada teman-teman yang lain, kaki kami melangkah lewat jalur kanan jalan raya. Karena merasa langkah kami tak semestinya, kamipun menyeberang jalan dan mengambil jalur yang benar disebelah kiri. Aku dan salah satu temanku (Dewi) mengambil langkah didepan teman yang lain sambil bercerita dan jalan santai. Beberapa menit kemudian tampak dari jauh mobil PickUp ditabrak oleh sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Kemudian sepeda itu mental ke arah kami (aku dan Dewi). Setelah itu....... aku tak sadar diri. Beberapa menit kemudian dengan remang-remang seperti mimpi kubuka mataku perlahan. Dan badanku di dekap oleh Bu Nanik (yang berjalan di belakangku) sambil menyebut Allah....Allah..., tampak orang-orang mengerumuni tubuhku yang lemas.
Dalam kaedaan setengah sadar dengan kepala yang sakit, kugerakkan tubuh tuk mencari sosok dewi, kulihat dahinya berlumuran darah segar, setelah itu ku tak sadarkan diri. Rasanya ada yang mengangkatku dan kudengar teriakan seorang wanita yang mengerang kesakitan. “Ya Allah, kuserahkan hidup matiku pada-Mu” batinku dan menyebut Asma-Nya tanpa henti. Setelah kami dipindahkan ke ruang UGD di RS Paru-Paru kulihat badanku penuh debu dan tangan lecet, yang penyebabnya kutak tahu. Tak lama kemudian ada pria yang tak kukenal menanyakan siapa aku, alamatku umurku, dengan menahan sakit kujawab dengan terbata-bata. Kucoba mencari ponsel yang kuletakkan disaku, dan mencoba menghubungi keluarga dirumah. Tampak bu Nanik gelisah karena keadaan kami. Tak lama kemudian keluargaku datang, rasanya lega bukan main. Salah seorang dokter memeriksaku dan memasukkan infus di tanganku, mulanya aku menolak untuk di infus sebab phobia dengan jarum suntik. Demi sehat, kurelakan tangan kiriku di masuki jarum infus. Ibu yang melihat anaknya tak berdaya tampak menahan air matanya, dan kedua tetanggaku yang menemani ibu tak tega melihatku. Tak lama kemudian mual di perut ku tumpahkan semua. Karena takut terjadi sesuatu dan dokternya tak bisa menangani, kami korban sepeda motor dilarikan ke RSSA Malang. Sesampainya disana, kami di Rontgen, Dewi dijahit dahinya dan aku di vonis gegar otak ringan. Beberapa jam kami tidur diatas dipan rumah sakit. Karena dilihat tak ada keluhan, keluarga boleh membawa pulang. Rasanya tubuh ini tak kuat untuk berjalan, dengan sekuat tenaga dan tekad ingin segera pulang, kami pun meninggalkan RSSA itu.
Hari minggu yang kelabu, cerahnya langit pun tak tampak ketika hari mulai senja. Alhamdulillah akhirnya pulang kerumah, dan badan lemah ini merasakan dipan empuk yang setiap hari menemani tidur lelapku. Karena kelelahan, jiwa raga meminta untuk istirahat. Rasanya banyak sekali orang-orang disekelilingku. Menurut cerita orang rumah, setibanya dari RSSA banyak sekali orang-orang yang terkejut dengan musibah yang menimpaku dan berbondong-bondong melihat keadaanku, waktu itu aku tak sadarkan diri sebab pengaruh obat yang merasuk di tubuh. Ibu tercinta tanpa lelah menjagaku, memperhatikan tidurku, dan rasanya aku banyak menyusahkan keluargaku terutama kakakku, sesekali mual di perut yang tak bisa ditahan mengotori tempat tidurku. Tapi mereka dengan ikhlas merawat tubuh yang tak berdaya ini dan hanya bisa berbaring diatas tempat tidur. Berganti-ganti orang-orang menjengukku dan tak ketinggalan anak didikku secara bergantian tiap kelas yang kehadirannya memenuhi ruang rumahku. Rasanya hatiku menangis, sudah berapa hari kutinggalkan kewajibanku untuk mereka. Dan kehadiran mereka, membawa kebahagiaan tersendiri dan memotivasi diri untuk lekas sembuh agar dapat berbaur lagi bersama mereka. Doa-doa mengalir dan tak henti-hentinya dari setiap penduduk bumi yang di munajahkan untuk kesembuhanku. Semoga Allah SWT menggantinya dengan kebaikan yang sama, sebab diri ini tak luas untuk mengetahui siapa saja yang memohonkan hidup untukku, baik secara langsung atau sirri.
Dengan perlahan-lahan kondisi tubuh ini membaik, kaena kengen pada rutinitas yang ku tinggalkan terlalu lama, setelah 16 hari dengan sedikit memaksa dan tekad yang bulat kulangkahkan kaki menyapa dunia. Mereka menyambutku dengan senyum bahagia, rasanya seperti mimpi saja. Namun, kaena masih dalam proses penyembuhan yang belum total, dengan pelan kutulis sejarah pada lembar hidup agar diri ini bermanfaat bagi orang lain. Banyak orang yang mengalami hal yang sama sepertiku, dan proses penyembuhannya ber bulan-bulan dan membutuhkan waktu lama. Subhanallah, kuharap cukup sekali dan tak banyak waktu yang kutinggalkan, aku dapat kembali bersama orang-orang yang sangat menyayangiku. Semua itu tak lepas dari doa-doa tulus yang di haturkan kepadaku.
Keesokan harinya, Instansi Departemen Agama meminta kedatanganku kesana. Dan, Subhanallah.... baarokallah, saya dimintai surat keterangan masih aktif kuliah untuk mengurus pengajuan Beasiswa akademik yang diminta oleh Depag Pusat. Mungkin inilah hikmah di balik musibah yang kuterima. Puji syukurku tak henti-hentinya pada Allah Azza wa Jalla, yang tak terfikirkan olehku akan mendapatkan karunia terbesar. Meski yang di dapat tak saya ketahui nominalnya, dengan itu dapat meringankan beban biaya akademik yang harus ku tanggung sendiri. Sebuah alur yang indah dirangkai dengan reality menakjubkan dalam hidup dan akan menghiasi rangkaian sejarah yang tak terlupakan. Allah tidak akan mencoba seorang hambanya yang tak sanggup untuk menanggungnya, sebab setiap musibah selalu membawa hikmah dibaliknya, Dia telah menggariskan hidupku seperti ini dan telah memberi aku kesempatan untuk hidup lagi dan memperbaiki diri serta dipersilahkan menikmati banyak teka-teki yang belum ku lewati dan terjawab, itulah yang menjadi sebuah Misteri Illahi. Dengan keikhlasan di hati serta rasa syukur yang tak henti Allah SWT akan menambah nikmat-Nya yang tak disadari. Laa haulaa wala quwwata illa billahil ‘aliyyil adhim….
Allohumma yaa kaafielbalaa qobla nuzuulihi minassamaai ya Allah...ya Allah....ya Allah. Amiiin ...

Matsari, 7 Juni 2009

Enter your email address:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar